Rabu, 20 Januari 2010

POLA LONGITUDINAL EKOSISTEM SUNGAI

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang
. Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik (tumbuhan, hewan dan manusia) dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa organik dan anorganik). Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH) tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari suatu komunitas dengan lingkungannya di mana terjadi hubungan antar keduanya (Irwan, 1992).
Ekosistem sungai merupakan suatu kumpulan integral dari berbagai komponen abiotik (fisika-kimia) dan biotik (organisme hidup) yang berkaitan satu sama lain dan saling berinteraksi membentuk suatu unit fungsional. Komponen-komponen ini secara fungsional tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Apabila terjadi perubahan pada salah satu dari komponen-komponen tersebut (misalnya perubahan nilai parameter fisika-kimia perairan), maka akan menyebabkan perubahan pada komponen lainnya (misalnya perubahan kualitatif dan kuantitatif organismenya). Perubahan ini tentunya dapat mempengaruhi keseluruhan sistem yang ada, baik dalam kesatuan struktur fungsional maupun dalam keseimbangannya.
Sungai merupakan perairan yang mengalir (lotik), oleh karena itu sungai memiliki arus yang berbeda-beda di setiap tempatnya. Dan di setiap aliran memilki organisme yang berbeda pula. Zonasi pada habitat air mengalir adalah mengarah ke longitudinal, yang menunjukkan bahwa tingkat yang lebih atas berada di bagian hulu dan kemudian mengarah ke hilir.

1.2 Tujuan
Praktikum ekologi perairan, Pola Longitudinal Ekosistem Sungai ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Bagaimana pola perubahan dari faktor-faktor fisikokimia sepanjang dearah aliran sungai Serayu
2. Pengaruhnya terhadap biota perairan yang terdapat didalamnya.














II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Sungai
Sungai serayu pada beberapa segmennya mengalir melewati daerah pedesaan digunakan penduduk sekitar untuk aktifitas kehidupan. Sehari-hari seppeti untuk prasarana MCK, dan pembuangan limbah.Gangguan antropogenik disebabkan aktifitas penduduk dan gejala alam seperti musim, kondisi lingkungan dapat mengalami gradasi dari hulu sampai hilir. Gradasi atau tingkat perbedaan terhadap kualitas lingkungan perairan berupa perubahan kecepatan arus, kekeruhan, suhu, substrat dasar, kimia air, biologi.
Peristiwa ini dapat mengakibatkan terjadinya distribusi secara longitudinal. Perubahan lingkungan di sepanjang sungai berpengaruh terhadap organisme sungai (Hawkes, 1978).Salah satu faktor yanng mempengaruhi kondisi faktor fisikokimia adalah tempat hidup organisme dalam suatu ekosistem (Krehs, 1978).
2.2 Ekosistem
Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen- komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan biotik (produsen, konsumen dan pengurai) yang membentuk suatu hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi.. Berdasarkan pustaka lain, telaga adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu telaga ke telaga yang lain serta mempunyai produktivitas biologi yang tinggi (Ruttner, 1977 dalam Satari, 2001).


2.3 Sungai
Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut. Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme (Odum, 1996).
Zonasi pada habitat air mengalir adalah mengarah ke longitudinal, yang menunjukkan bahwa tingkat yang lebih atas berada di bagian hulu dan kemudian mengarah ke hilir. Menurut Soemarwoto (1980), Pada habitat air mengalir ini, perubahan-perubahan yang terjadi akan lebih nampak pada bagian atas dari aliran air karena adanya kemiringan, volume air atau komposisi kimia yang berubah. Menurut Soemarwoto (1980), secara umum zonasi habitat air mengalir, yaitu:
Arus mempunyai arti penting untuk pergerakan ikan. Arus yang searah dari hulu sangat penting untuk pergerakan ikan atau bahkan menyebabkakn ikan-ikan bergerak aktif melawann arus, kea rah muara pergerakan ikan dapat berlangsung dengan pasif maupun mengapung (Wotton, 1992), Sungai merupakan salah satu perairan darat yang mengalir. Berdaasrkan letak dan kondisi lingkungannya dibagi menjadi tiga bagian :
• Hulu sungai, terletak di daerah yang dataran tinggi, menglir melalui bagian yang curam, dangkal, berbatu, arus deras, volume air kecil, kandungan oksigen telarut tinggi, suhu yang rendah, dan warna air jernih.
• Hilir sungai, terletak didaratan yang rendah, dengan arus yang tidak begitu kuat dan volume air yang besar, kecepatan fotosintesis yang tinggi dan banyak bertumpuk pupuk organic
• Muara sungai letaknya hamper mencapai laut atau pertemuan sungai-sungai lain, arus air sangat lambat dengan volume yang lebih besar, banyak mengandung bahan terlarut, Lumpur dari hilir membentik delta dan warna air sangat keruh .
.Menurut aliran air :
a. Zona air cepat
Ciri : terdapat pada bagian yang dangkal dengan arus yang kuat sehingga mencegah terjadinya akumulasi lumpur dan partikel lainnya.
b. Zona air lambat
Ciri : terdapat pada bagian yang lebih dalam dengan arus yang lemah sehingga lumpur dan partikel lainnya dapat mengendap.
2.4 Kualitas Air
Kualitas air secara umum adalah keadaan atau kondisi serta mutu dari air tersebut, apakah kualitasnya baik atau buruk. Tingkat kualitas dari air dapat diperoleh bukan hanya dengan melihat air dari luarnya, seperti kecerahan air, substrat dasar tetapi juga harus melihat dengan melihat unsur-unsur yang dikandungnya seperti pH, dan koduktivitas dari air tersebut (safitrirayuni.blogspot.com).
2.5 Faktor fisikokimia
Faktor yang menentukan distribusi dari biota air adalah sifat fisik-kimmia perairan. Organisme yang dapat disesuaikan denagn kondisi sifat fisik-kimia yang akan mampu hidup (Krebs ,1978). Penyebaran jenis dan hewan akkuatik ditentukan oleh kualitas lingkungan yang ada seperti sifat fisika, kimia, biologisnya(Odum, 1971). Whitton (1975) menambahkan bahwa kehidupan ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh volume air mengalir, kecepatan arus, temperatur, pH dan konsentrasi oksigen terlarut. Faktor yang membedakan kondisi fisikokimia dari setiap bagian sungai terdiri dari:
2.5.1 Suhu
Suhu adalah salah satu faktor yang penting dalam suatu perairan untuk mengukur temperatuh lingkkungan tersebut. Suhu merupakan salah satu faktoryang penting dalam suatu perairan karena suhu merupakan faktor pembatas bagi ekosistem perairan dan akan membatasi kehidupan organisme akuatik (Oudum, 1971). Menurut Sucipto dan Eko (2005) menyatakan bahwa suhu mematikan (lethal) hampir untuk semua spesies ikan bekisar 10-11ºC selama beberapa hari. Menurut Barus (2002), kisaran suhu air yang baik dalam perairan dan kehidupan ikan yaitu berkisar antara 23-32ºC.
2.2.2 Substrat
Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan.
2.2.3 Kecepatan Arus
Arus merupakan faktor pembatas yang mempunyai peranan sangat penting dalam perairan, baik pada ekosistem mengalir (lotic) maupun ekosistem menggenang (lentic). Hal ini disebabkan karena adanya arus akan mempengaruhi distribusi organisme, gas-gas terlarut, dan mineral yang terdapat di dalam air (Barus, 2002).
Semakin tinggi kecepatan arus, kandungan oksigen terlarut dalam air yang sangat dibutuhkan oleh biota air dalam metabolismenya akan semakin banyak. Kecepatan arus berkurang seiring dengan penambahan kedalaman suatu perairan. (Siregar, 2004) mengklasifikasikan kecepatan arus sebagai berikut :
Tabel klasifikasi kecepatan arus di perairan
No. Kecepatan arus Kategori
1 <10 cm/det Sangat lambat
2 10-24 cm/det Lambat
3 25-50 cm/det Sedang
4 51-100 cm/det Kuat
5 >100 cm/det Sangat kuat

2.5.4 Lebar sungai
Semakin panjang dan lebar ukuran sungai semakin banyak pula jumlah biota yang menempatinya (Kottelat et al, 1996).Keanekaragaman dan kelimpahan biota juga ditentukan oleh karakteristik habitat perairan.
2.4.5 Kekeruhan
Kekeruhan akan mempengaruhi jumlah cahaya matahari yang masuk kedalam suatu perairan. Air yang keruh antara lain disebabkan oleh partikel tanah, daya ikatnya terhadap pksigen akan berkurang dan mungkin mengurangi batas pandang ikan (Soetomo, 2000) . Sehingga selera makan ikan dan efesien penggunaan makanan berkurang. Menurut Wardoyo (1994) tingkat kekeruhan air yang baik untuk pemeliharaan ikan yaitu <50 NTU.
Kekeruhan dipengaruhi oleh bahan – bahan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organic, dan bahan anorganik, plankton serta organisme mikroskopik lainnya (Hariyadi, 1992 dalam Kristina, 2001).
2.5.6 Kedalam Sungai
Pada sungai dapat dijumpai tingkat yang lebih tua dari hulu ke hilir,perubahan lebih terlihat pada bagian atas aliran air, dan komposisi kimia berubah dengan cepat. Dan komposisi komunitas berubah sewajarnya yang lebih jelas pada kilometer pertama disbanding lima puluh (50) kilometer terakhir.(Odum. 1988).

2.5.7 Derajat Keasaman (pH)
Derajat krasaman (pH) merupakan suatu indeks konsentrasi ion hidrogen dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan organisme perairan, sehingga dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik buruknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup (Siregar,et al., 2002). Derajat keasaman berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan hewan dan tumbuhan air serta mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia (Effendi, 2003). Nilai pH dapat dipengaruhi anatara lain buangan industri dan rumah tangga (Mahidda, 1984). Derajat krasaman (pH) berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas, semakin tinggi pH, semakin tinggi alkalinitas dan semakin rendah kadar kandungan dioksida bebas (Mackereth et al, 1989). pH merupakan tingkat derajat keasaman yang dimiliki setiap unsur, pH juga berpengaruh terhadap setiap organisme, karena setiap organisme atau indivudu memiliki ketentuan pada derajat keasaman (pH) berapa mereka dapat hidup.
Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi serta dapat meningkatkan konsentrasi ammonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2002). (Pescod, 1973 dalam Kristina, 2001) menyatakan pada pH antara 4-6,5 dan pH 8,5-11 pertumbuhan ikan akan lambat sehingga reproduksi terhambat.
2.5.8 Salinitas
Salinitas adalah nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut dalam satuan volume air yang biasanya dinyatakan dengan satuan promil (‰) (Barus, 2002). salinitas memiliki pengaruh terhadap tekanan osmotik air. Perubahan salinitas secara cepat umumnya menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Salinitas air dipengaruhi oleh pencampuran air laut dan tawar, curah hujan dan evaporasi(Tseng,1987)
2.5.9 Kecerahan
Kecerahan adalah besarnya intensitas cahaya di dalam air yang disebabkan oleh adanya partikel koloid dan tersuspensi seperti lumpur, pasir, bahan organik dan mikroorganisme termasuk plankton (NTAC, 1968). Semakin tinggi tingkat kecerahan suatu perairan, maka semakin tinggi pula kecerahan yang masuk ke dalam air, sehingga lapisan air yang produktif akan menjadi lebih stabil (Kembarawati, 2000).
2.5.10 Vegetasi riparian
Tanaman tepi atau reparians vegetation di tebing aliran sungai tersebut sebagai penghubung ekosistem air dan ekosistem darat. Tanaman tepi juga merupakan sebagai proses fotosintesis antara cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Menurut Sary (2006) Fotosintesis adalah salah satu aktivitas biologi yang sangan penting di perairan. Menurut Asdak (2007) daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah konservasi bukan daerah banjir dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh sbb:merupakan daerah pemanfaatan pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, dan jenis vegetasi di dominasi tanaman pertanian.Area yang lebih luas memiliki variasi habitat yang lebih besar dibandingkan dengan area yang lebih sempit (Wooton 1991). Distribusi atau penyebaran ikan dapat dilihat dari 3 sisi, yaitu geologis, geografis dan ekologis.
Distribusi geologis adalah penyebaran suatu spesies yang berhubungan dengan waktu atau jaman periode umur bumi ketika spesies itu terdapat. Distribusi geografis (longitudinal) adalah penyebaran suatu spesies ikan berdasarkan tempat ditemukan. Sedangkan distribusi ekologis adalah penyebaran suatu jenis ikan yang erat kaitannya dengan faktor lingkungan.
















III. MATERI DAN METODE

3.1 Materi
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah termometer, kertas pH, botol mineral, tali rafia, keping sechii, konduktivitimeter, tabel Barbour dan Stribling.
3.1.2 Bahan
Sumber perairan

3.2 Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum ini dilakukan dengan metode pengukuran faktor fisikokimia air dari hulu sampai dengan hilir sepanjang sungai Serayu. Parameter yang akan di ukur yaitu kecerahan, pH, suhu, kecepatan arus, konduktivitas, kedalaman, substrat dasar, skor fisik habitat dan riparian vegetation.
3.2.1 Pengukuran Kecerahan
Keping sechii dimasukan ke dalam air. Diukur kedalaman sampai batas antara hitam dan putih tidak dapat di bedakan. Jika dasar sungai masih dapat di bedakan catat kedalaman sampai dasar tersebut.
3.2.2 Pengukuran Derajat Keasaman (pH)
Dicelupkan kertas pH ke dalam air, perubahan warna yang terjadi pada kertas lakmus kemudian disamakan dengan warna skala pH yang tercantum.
3.2.3 Pengukuran Suhu
Pengukuran temperatur (suhu) dilakukan dengan cara mencelupkan termometer pada perairan, tunggu sampai beberapa menit sampai pengukuran pada termometer stabil dan tidak berubah-ubah, pengukuran ini dilakukan di 3 titik.
3.2.4 Pengukuran Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan metode apung. Botol yang berisi air setengah atau sepertiga dari ukuran botol kemudian di ikat dengan tali rafia sepanjang 10 meter. Setelah diikat botol tersebut dilemparkan ke sungai. Catat waktu yang dibutuhkan botol tersebut untuk hanyut dibawa oleh arus sungai sejauh 10 meter.
3.2.5 Pengukuran Konduktivitas
Konduktivitas diukur dengan menggunakan alat konduktivitimeter dengan cara mencelupkan sensor konduktivitimeter kedalam air sungai. Kemudian hasil yang diperoleh dicatat.
3.2.6 Pengukuran Kedalaman
Dilakukan pengukuran pada tiap 2 meter lebar sungai dengan tongkat penduga yang telah diberi skala panjang.
3.2.7 Lebar Sungai
Dalam menentukan lebar dari sungai yang diamati digunakan estimasi (pendugaan) secara visual.
3.2.8 Pengamatan Substrat Dasar
Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaur dan stribing, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan. Diestimasi secara visual persentasi bagian dasar sungai yang tertutup lumpur, pasir, kerikil, batu.
3.2.9 Pengamatan Skor Fisik Habitat
Substrat di estimasi menggunakan tabel Barbaor dan stribling, dan dilakukan perhitungan skor fisik habitat setiap stasiun pengamatan.
Tabel. 1. Kriteria penilaian kondisi fisik habitat menurut Barbour dan Stribling (1991)

Habitat parameter Optimal Suboptimal Marginal Poor
Substrat dasar Lebih dari 60% dasara perairan terdiri atas kerikil, batu atau cadas dengan porsi yang kurang lebih sama. SKOR 20 30%-60% dari substrat dasar penilaian berupa batuan atau cadas. Substrat mungkin didominasi oleh salah satu kelas ukuran tersebut.
SKOR 15 10%-30% merupakan satu materi yang besar tetapi lumpur atau pasir 70-90% mendominasi substrat dasar.
SKOR 10 Substrat didominasi oleh lumpur dan pasir kerikil dan pasir dan materi yang lebih besar.
SKOR 5
Kekomplekan habitat Berbagai macam tipe kayu pohon, cabang, tumbuhan akuatik terdapat pada segmen sungai membentuk habitat yang bervariasi. Segmen sungai tertutup kanopi.
SKOR 20 Substrat cukup bervariasi. Segmen sungai cukup terlindungi oleh kanopi.
SKOR 15 Habitat didominasi oleh 1 atau 2 macam komponen substrat, tumbuhan tepi yang menaungi segmen sungai sedikit.
SKOR 10 Habitat monoton pasir dan lumpur menyebabkan habitat tidak bervariasi.
SKOR 5
Kualitas yang menggenang 25% dari bagian yang menggenang sama atau lebih lebar dari setengah lebar sungai dan kedalamannya >1 m.
SKOR 20 <5% bagian yang menggenang kedalamannya >1 m dan lebih lebih lebar dari ½ lebar sungai. Umumnya bagian yang dalam ini lebih kecil dari setengah lebar sungai dan kedalamannya >1m.
SKOR 15 Kurang dari 1% bagian yang menggenang kedalamannya >1m dan lebih dari lebar sungai. Bagian yang menggenang ini mungkin sangat dalam/dangkal.Habitat tidak bervariasi.
SKOR 10 Bagian yang menggenang kecil dan dangkal bahkan mungkin tidak terdapat bagian yang menggenang.
SKOR 5
Kestabilan tepi sungai Tidak terdapat bukti-bukti bahwa tempat tersebut pernah terjadi erosi atau berpotensi untuk erosi.
SKOR 20 Jarang terjadi bagian tepi yang gugur, kemungkinan gugur ada tetapi rendah.
SKOR 15 Bagian tepi ada yang mengalami erosi saat banjir.
SKOR 10 Bagian tepi sungai tidak stabil, sering terjadi erosi.
SKOR 5



3.2.10 Pengamatan Riparian Vegetation
Diestimasi secara visual bagian tepi sungai, dan dicatat riparian vegetation apa saja yang ada di tepi sungai.
3.3 Waktu dan Tempat
Praktikum Ekologi Perairan dilaksanakan pada tanggal 5-6 November 2009 di sepanjang daerah aliran sungai. (DAS) Serayu dari hulu ke hilir dan daerah yang diteliti terdiri dari daerah Kejajar, Garung, Sigaluh, Purwanegara, Mrican, Mandiraja, Kembangan, Somagede.















IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang diukur Stasiun pengambilan
Kejajar Garung Prigi (sigaluh) Purwanegara Mrican Mandiraja Kembangan Somagede
Elevansi (m) 1332 1341 361 125 149 90.7 47.7 43.7
Lintang (0) 7-15-778 7-15-716 7-24-180 7-25-742 7-24-040 7-26-781 7-27-452 7-30-758
Bujur (0) 109-56-891 109-57-008 109-46-799 109-33-476 109-35-826 109-31-389 109-25-941 109-20-255
Lebar (m) 18 9 35,2 14 47 24 53 50
Kedalaman (cm) 55 20 120 60 123 56.6 62 800
Kecerahan (cm) 30 20 34 17.5 5.5 41.6 62 7.5
Kec. Arus (m/s) 0.29 0.31 0.66 0.367 0.134 0.346 0.82 2.86
Suhu (c) 20.1 23.1 28 28.4 28 28 28 27
konduktivitas 200.2 340.2 243 243.7 110.5 248.3 265.1 182.9
Salinitas 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1
C 7 7 7 8 9 7 7 7
Vegetasi riparian (%) 60 50 50 45 55 60 50 80
Sekor habitat 70 65 80 60 60 65 50
Tipe substrat Batuan Batuan Batuan Batuan Batuan Batuan Krikil Lumpur pasir
4.1 Hasil

4.2 Pembahasan
Sungai serayu terletak di Jawa Tengah yang berasal dari mata air Dataran Tinggi Dieng Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Sungai serayu mengalir melalui 5 kabupaten, yaitu kabupaten Wonosobo, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, hingga Cilacap. Dengan panjang ± 78,5 km, lebar ± 30 m dengan bagian terdalam dapat mencapai 10 m dan melewati 10 kecamatan Sigaluh, Madukara, Banjarnegara, Bawang, Wandadi, Purwonegoro, Rakit, Mandiraja, Klampok dan Susukan (BAPPENDA, 2003). Oleh masyarakat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, domestic, pertanian, dan perikanan.
4.2.1 Elevansi

Hasil pengamatan elevansi di sepanjang sungai (DAS) Serayu, telah diperoleh data yang paling tinggi di Sungai Garung yaitu 1341, Sungai Sigaluh (361), Sungai Purwanegara (125), Sungai Mrican (149), Sungai Mandiraja (90.7), Sungai Kembangan (47.7), Sungai Somagede (43.7). dari data tersebut Sungai Garung memiliki elevansi lebih besar.
4.2.2 Lintang
Hasil pengamatan di tiap-tiap sungai berada pada lintang sebagai berikut: Sungai Kejajar (7-15-778), Sungai Garung (7-15-716), Sungai Sigaluh (7-24-180), Sungai Purwanegara (7-25-742), Sungai Mrican (7-24-040), Sungai Mandiraja (7-26-781), Sungai Kembangan (7-27-452), Sungai Somagede (7-30-758).
Bujur
Hasil pengamatan di tiap-tiap sungai berada pada bujur sebagai berikut: Sungai Kejajar (109-56-891), Sungai Garung (109-57-008), Sungai Sigaluh (109-46-799), Sungai Purwanegara (109-33-476), Sungai Mrican (109-35-826), Sungai Mandiraja (109-31-389), Sungai Kembangan (109-25-941), Sungai Somagede (109-20-205).
4.2.4 Lebar
Hasil dari praktikum yang dilakukan, di Sungai Kembangan memiliki lebar 53 m, dan merupakan sungai yang paling lebar diantara semua stasiun. Sungai Garung memiliki lebar 9 m, dan merupakan sungai yang paling kecil diantara semua stasiun. Lebar sungai yang didapatkan sangat berfariasi, hal ini disebabkan karena bentuk topografi, substrat dasar, riparian vegetation, erosi, dan arus sungai yang membawa endapan dasar sungai tersebut.



4.2.5 Kedalaman

Pengamatan yang dilakukan sesuai dengan lebar dan kecepatan airnya. Pada pengamatan diatas ditunjukkan di sungai Sumagede paling dalam kedalaman sungainya. Ini menunjukan bahwa perairan tersebut terlalu dalam karena sesuai dengan lebarnya. Jika di daerah itu dangkal maka akan hampir sama dengan dataran dan setiap hari akan mengakibatkan banjir karena tidak terapung.Kedalaman merupakan ukuran vertical yang dipengaruhi oleh cahaya dan suhu. Sungai Somagede merupakan sungai terdalam diantara stasiun lain dan Sungai Garung merupakan sungai yang paling dangkal diantara semua stasiun.







4.2.6 Kecerahan

Hasil dari tabel diatas tiap praktikum hasilnya berbeda-beda dapat dilihat dari sungai Kembangan kecerahan sungainya mencapai 62 cm disebabkan bahwa perairan sungai kembangan bahwa perairan tingkat kecerahannya tinggi karena daerah ini tidak terjadi erosi, banjir dan reparians vegetasinya ditumbuhi hutan, sehingga tidak terjadi banjir, Sungai Kembangan memiliki substrat dasar berupa batu-batuan, kerikil dan memiliki arus yang deras dan airnya akan jernih. Berbeda dengan daerah Mrican tingkat kecerahannya antara 5.5 cm. Hal ini menunjukan bahwa perairan di sungai mrican di berbagai tempat tingkat kecerahannya rendah karena batu-batuan sedikit. Tingkat kecerahan antara <20 cm air terlalu keruh, antara >20 cm air stabil. Berarti di daerah hulu tingkat kecerahan stabil, sebaliknya di daerah hilir tingkat kecerahannya terlalu keruh (Sary, 2006).




4.2.7 Kecepatan arus

Semakin tinggi kecepatan arus maka kandungan oksigen terlarut akan semakin tinggi pula. Dari hasil praktikum didapatkan data di Sungai Sumagede memiliki kecepatan arus yang sangat rendah yaitu 28.6 m/s dikarenakan memiliki kedalaman yang paling tinggi diantara stasiun yang lainnya, sesuai dengan tinjauan pustaka yang ada kecepatan arus berkurang seiring dengan penambahan kedalaman suatu perairan.Di Sungai Kejajar memiliki kecepatan arus sangat kencang yaitu 0.29 m/s dikarenakan sungai tersebut dangkal sehingga arus air kencang.

4.2.8 Suhu

Suhu merupakan factor dalam kehidupan flora dan fauna akuatis (Asdek, 2007). Suhu berbagai tempat .Suhu air mempunyai pengaruh yang universal dan sangat berperan dalam kehidupan organisme.
Sungai Mrican memiliki suhu yang tinggi sedangkan Sungai Kejajar memiliki suhu yang rendah hal ini disebabkan oleh lintang, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam pengukuran suhu, kedalaman dari badan air yang berbeda dari setiap sungai. Hal tersebut sesuai dengan pustaka menurut Effendi (2003), temperature suatu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam satu hari, sirkulasi udara, penutupan awan dan aliran serta kedalaman dari badan air.
Peningkatan temperatur akan diikuti dengan menurunnya kadar oksigen terlarut di perairan, sehingga keberadaan oksigen di perairan seringkali tidak mampu memenuhi peningkatan oksigen yang dibutuhkan oleh organisme akuatik untuk metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003). Temperatur air di perairan nusantara umumnya berkisar 28-31 0C (Nontji, 1993).

4.2.9 Konduktivitas


Konduktivitas atau daya hantar listrik merupakan pertikel-partikel yang masuk diperairan dari hulu ke hilir. Nilai konduktivitas diberbagai tempat berbeda-beda ini terlihat dari grafik diatas, pada sungai Garung pling tinngi yaitu 340.2 µmhos. Sedangkan di Sungai Mrican konduktifitasnya sangat rendah yaitu 110.5 µmhos.
4.2.10 Salinitas

Salinitas sungai yang semakin kearah laut akan menigkat, hal ini menyebabkan distribusi salinitas di hulu sungai, muara hingga ke arah laut menunjukkan nilai yang cenderung naik. Hasil dari praktikum didapatkan nilai salinitas sebagai berikut dari salinitas rendahterdapat di Sungai Kejajar yaitu 0.1, sampai pling tertinggivdi Sungai Garung 0.2, pada setiap stasiun-stasiun tidak terlalu beragam, hal ini disebabkan oleh pencampuran antara air laut dan air tawar, curah hujan dan evaporasi yang relatif sama di tiap-tiap stasiun. Salinitas dapat berkurang jika terjadi hujan dengan curah hujan yang cukup tinggi (Anonymous 1999 dalam Herman, 2000).


4.2.11 Derajat keasaman (pH)

Hasil pengamatan diatas diberbagai stasiun, diperoleh nilai berbeda-beda, dapat di lihat tabel 1,2,3,6,7, dan 8 nilai pH diberbagai tempat sama yaitu 7, berarti keadaan suatu perairan netral. Sedangkan di Sungai Mrican nilai pH sangat tinggi yaitu 9, ini berarti keadaan suatu perairan bersifat basa, dikarenakan dianggap tercemar. Sedangkan pH di daerah sepanjang sungai serayu dapat hidup biota air umumnya ikan (Asdak, 2007).
Metode yang digunakan untuk mengukur nilai pH air yaitu dengan kertas lakmus, nilai dibawah 7 berarti asam, nilai sama dengan 7 berarti netral, nilai diatas 7 berarti basa. Hal tersebut sesuai dengan pustaka KEPMEN LH No. 51/2004, perairan dengan pH antara 5.0-9.0 dapat mendukung suatu perairan yang baik. Hal-hal yang dapat mempengaruhi pH antara lain buangan industri dan rumah tangga.






4.2.12 Vegetasi riparian

Tanaman tepi atau reparians vegetasi di tebing aliran sungai tersebut sebagai penghubung ekosistem air dan ekosistem darat. Tanaman tepi juga merupakan sebagai proses fotosintesis antara cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Menurut Sary (2006) Fotosintesis adalah salah satu aktivitas biologi yang sangan penting di perairan. Menurut Asdak (2007) daerah hulu DAS dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut: merupakan daerah konservasi bukan daerah banjir dan jenis vegetasi umumnya tegakan hutan. Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh sebagai berikut :merupakan daerah pemanfaatan pada beberapa tempat merupakan daerah banjir, dan jenis vegetasi di dominasi tanaman pertanian. Dari data tersebut Sungai Somagede memiliki vegetasi riparian yang tinggi yaitu sebesar 80 %, hal ini disebabkan karena Sungai Somagede memiliki area yang lebih luas dari Sungai yang lainnya.






4.2.13 Skor Habitat

Berdasarkan hasil pengamatan diberbagai stasiun, skor habitat paling tinngi yaitu 80 hasil ini dtemukan di beberapa Sungai didaerah tersebut optimal. Menurut barbour and stribling (1991) substrat dasar optimal lebih dari 80% dasar perairan terdiri atas kerikil, batu atau cadas.sedangkan didaerah hilir antara Lumpur dan pasir, berarti daerah tersebut poor.
4.2.14 Tipe Substrat
Hasil dari pengamatan tipe substrat tiap sungai adalah sebagai berikut: Sungai Kejajar memiliki substrat batuan, Sungai Garung memiliki substrat batuan, Sungai Sigaluh memiliki substrat batuan, Sungai Purwanegara memiliki substrat batuan, Sungai Mrican memiliki substrat batuan, Sungai Mandiraja memiliki substrat batuan, Sungai Kembangan memiliki substrat kerikil, Sungai Somagede memiliki substrat lumpur pasir.





V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengamatan pola longitudinal ekosistem Sungai Serayu, perubahan faktor fisikokimia dari hulu ke hilir, dapat disimpulkan:
1. Dapat mengetahui bagaimana pola perubahan dari faktor-faktor fisikokimia sepanjang dearah aliran sungai Serayu
2. Dapat mengetahui pengaruhnya terhadap biota perairan yang terdapat didalamnya.

5.2 Saran
Pada praktikum Ekologi Perairan ini seharusnya pemerintah harus menindak lanjuti tentang pencemaran limbah di DAS Serayu. Diberi penyuluhan-penyuluhan seperti pemberdayaan masyarakat sekitar DAS Serayu.















DAFTAR PUSTAKA
Asdak, 2007. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah mada university press. Yogyakarta
Barus, T. A. 2002. Pengantar Limnologi. Medan : Universitas Sumatera Utara
Barus, 2002. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. PT. Gramedia,
Jakarta. 459 hal.
Effendi, H. 2003. Lahan Kualitas Air bagi Pengelola Sumberdaya & Lingkungan Perairan. J MSP Fak. P & K IPB, Bogor.
Irwan, 1992. Ekosistem Komunitas & Lingkungan. Bumi aksara. Jakarta
Koesbiono. 1979. Ekologi Perairan. Bogor. IPB
Nybakken, n. 1998. Biologi Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta : Gramedia
Odum, T. Howard.1992. ekologi system. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rajawali.
Sary, 2006. Bahan Kuliah Manajemen Kualitas Air. Politehnik vedca. cianjur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar