Kamis, 10 Desember 2009

Optimalisasi Pemanfaatan Kekayaan Laut Indonesia Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

Sejak dahulu kala Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan luasnya lautan yang kita miliki, banyak potensi kekayaan laut yang dapat kita manfaatkan untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Akan tetapi, kita ketahui bahwa kekayaan yang begitu melimpah ini belum termanfaatkan secara maksimal. Seandainya saja dahulu tidak ada Deklarasi Djoeanda, maka potensi kekayaan laut Indonesia ini hanya sepertiga dari potensi yang dimiliki sekarang atau seluas kira-kira 100.000 km2 . Karena wilayah laut teritorial Indonesia saat itu, menurut Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie 1939 hanya meliputi laut sejauh 3 mil dari garis pantai yang mengelilingi pulau-pulau Nusantara dan di antara pulau-pulau tersebut terdapat lautan bebas (Laut Internasional). Sehingga dapat kita bayangkan seandainya itu terjadi dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia karena pada hakekatnya walaupun negara kita terdiri dari suku bangsa yang berbeda yang menghuni berbagai pulau, akan tetapi secara kultur konsep kewilayahaan kita tidak membedakan wilayah lautan dan darat. Dengan adanya Deklarasi Djoeanda batas laut teritorial Indonesia diperpanjang menjadi 12 mil dari garis pantai, klaim ini bersamaan dengan pernyataan jati diri sebagai negara kepulauan, dimana laut menjadi penghubung antar pulau bukan pemisah.

Saat ini tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia adalah lautan dengan luas sekitar 5,8 km2. Di dalamnya terdapat lebih dari 17.500 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km yang merupakan garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada di dunia. Banyak sekali kekayaan laut yang dimiliki negara kita. Laut kita mengandung banyak sumber daya yang beragam baik yang dapat diperbaharui seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan plasma nutfah lainnya ataupun sumber daya yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan gas bumi, barang tambang, mineral, serta energi kelautan seperti gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion) yang sedang giat dikembangkan saat ini.

Berdasarkan sumber yang didapat (Kompas, 15 Desember 2004), ada 7,5 persen (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan laut dunia berada di Indonesia. Kurang lebih 24 juta hektar perairan laut dangkal Indonesia cocok untuk usaha budidaya laut (marine culture) ikan kerapu, kakap, baronang, kerang mutiara, dan biota laut lainnya yang bernilai ekonomis tinggi dengan potensi produksi 47 ton/tahun. Selain itu, lahan pesisir (coastal land) yang sesuai untuk usaha budidaya tambak udang, bandeng, kerapu, kepiting, rajungan, rumput laut, dan biota perairan lainnya diperkirakan 1,2 juta hektar dengan potensi produksi sebesar 5 juta/tahun. Secara keseluruhan nilai ekonomi total dari produk perikanan dan produk bioteknologi perairan Indonesia diperkirakan mencapai 82 miliar dollar AS per tahun. Hampir 70 persen produksi minyak dan gas bumi Indonesia berasal dari kawasan pesisir dan laut. Selain itu, Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati laut pada tingkatan genetik, spesies, maupun ekosistem tertinggi di dunia. Akan tetapi, saat ini baru 4 juta ton kekayaan laut Indonesia yang baru dimanfaatkan. Jika kita telusuri kembali sebenarnya masih banyak potensi kekayaan laut yang dimiliki Indonesia.

Dengan kekayaan laut yang melimpah ini, sayangnya belum termanfaatkan secara optimal. Sumber daya kelautan yang begitu melimpah ini hanya dipandang “sebelah mata”, Kalaupun ada kegiataan pemanfaatan sumber daya kelautan, maka dilakukan kurang profesional dan ekstraktif, kurang mengindahakan aspek kelestariannya. Bangsa Indonesia kurang siap dalam menghadapi segala konsekuensi jati dirinya sebagai bangsa nusantara atau negara kepulauan terbesar di dunia karena tidak disertai dengan kesadaran dan kapasitas yang sepadan dalam mengelola kekayaannya. Di satu sisi Indonesia memposisikan diri sebagai negara kepulauan dengan kekayaan lautnya yang melimpah, tetapi di sisi lain Indonesia juga memposisikan diri secara kultural sebagai bangsa agraris dengan puluhan juta petani yang masih berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan dalam industri modern, negara kita kalah bersaing dengan negara lain. Semua ini berdampak juga terhadap sektor industri kelautan sehingga menimbulkan banyak masalah berkaitan dengan pemanfaatan kekayaan laut. Diantaranya para nelayan Indonesia masih miskin dan tertinggal dalam perkembangan teknologi kelautan. Kemiskinan dan kemiskinan yang menyelimuti mereka karena sistem yang sangat menekan seperti pembelian perlengkapan untuk menangkap ikan yang masih harus lewat rentenir karena jika melalui Bank, prosesnya yang berbelit-belit dan terlalu birokrasi. Pun dengan produksi industri kelautan yang keadaannya setali tiga uang, terlihat dari rendahnya peranan industri domestik seperti nelayan. Selama pemerintahan Orde Baru saja, investasi domestik di sektor perikanaan dimana termasuk di dalamnya kelautan masih terbilang sangat rendah sekitar 1,4 persen sedangkan investasi industri mencapai 68,7 persen.

Selain itu, banyak nelayan asing yang mencuri ikan di wilayah perairan kita, tiap tahunnya jutaan ton ikan di perairan kita dicuri oleh nelayan asing yang rata-rata peralatan tangkapan ikan mereka jauh lebih canggih dibandingkan para nelayan tradisional kita. Kerugian yang diderita negara kita mencapai Rp 18 trilyun-Rp36 trilyun tiap tahunnya. Hal ini memang kurang bisa dicegah oleh TNI AL sebagai lembaga yang berwenang dalam mengamankan wilayah laut Indonesia, karena seperti kita ketahui keadaan alut sista (alat utama sistem senjata) seperti kapal perang yang dimiliki TNI AL jauh dari mencukupi. Untuk mengamankan seluruh wilayah perairan Indonesia yang mencapai 5,8 km2, TNI AL setidaknya harus memiliki 500 unit kapal perang berbagai jenis, akan tetapi kekuatan operasional TNI AL saat ini baru ada 116 kapal perang. Itupun dengan kemampuan tempur di bawah standar karena rata-rata usianya di atas 20 tahun. Memang jika kita menengok kembali sejarah, di zaman Presiden Soekarno Angkatan Laut kita pernah menjadi keempat terbesar di dunia setelah Amerika Serikat, Uni Soviet,dan Iran. Akan tetapi semuanya hanya bersifat sementara karena tidak dibangun atas kemampuan sendiri, namun karena bantuan Uni Soviet dalam rangka permainan geopolitik.

Terlepas dari semua permasalahan di atas, pemerintah hendaknya harus bekerja lebih keras dalam mencari penyelesaian masalah ini agar eksplorasi serta pemanfaatan kekayaan laut kita dapat dilaksanakan secara optimal dan terarah. Negara kita perlu mempunyai kebijakan kelautan yang jelas dan bervisi ke depan karena menyangkut geopolitik dan kebijakan-kebijakan dasar tentang pengelolaan sumber daya kelautan. Kebijakan mengenai berbagai terobosan untuk mendayagunakan sumber daya kelautan secara optimal dan lestari sebagai keunggulan kompetitif bangsa.

Mengingat potensi sumber daya laut yang kita miliki sangat besar, maka kekayaan laut ini harus menjadi keunggualan kompetitif Indonesia, yang dapat menghantarkan bangsa kita menuju bangsa yang adil, makmur, dan mandiri. Memang untuk mewujudkan cita-cita tersebut perlu adanya koordinasi berbagai pihak dan dukungan dari masyarakat. Seyogyanya harus ada perubahan paradigma pembangunan nasional di masyarakat kita dari land-based development menjadi ocen-based development. Pembangunan di darat harus disinergikan dan diintegrasikan secara proporsional dengan pembangunan sosial- ekonomi di laut. Perlu adanya peningkatan produksi kelautan kita dengan cara memberikan penyuluhan kepada para nelayan, pemberian kredit ringan guna membeli perlengkapan untuk menangkap ikan yang lebih memadai, serta pembangunan pelabuhan laut yang besar guna bersandarnya kapal-kapal ikan yang lebih besar. Saat ini, dengan garis pantai sepanjang 81.000km, Indonesia baru memiliki 18 pelabuhan perikanan besar atau satu pelabuhan perikanan setiap 4.500 km garis pantai.

Peningkatan produksi juga meliputi sektor bioteknologi perairan, mulai dari proses produksi (penangkapan ikan dan budidaya), penanganan dan pengolahan hasil, serta pemasarannya. Selain itu, harus ada perhatian terhadap sektor wisata bahari dengan adanya perbaikan mencakup penguatan dan pengembangan obyek wisata bahari dan pantai, pelayanan, pengemasan serta promosi yang gencar dan efektif.

Dengan berbagai kebijakan kelautan yang ditempuh ini, diharapkan adanya pembangunan kelautan yang sinergis dan terarah serta menyeluruh, sehingga tidak mustahil dengan pemanfaatan kekayan laut yang optimal akan menumbuhkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan mandiri. Semoga!


1 Diajukan pada Academic Triathlon Competition 2006 yang diselenggarakan oleh UKM Pengkajian dan

Penelitian Interdisipliner Gama Cendekia UGM , 6-7 Mei 2006.

2 Penulis adalah mahasiswa Fakultas Biologi angkatan 2005.